Kenapa Tuhan Justru Mengambil Apa yang Paling Kita Cintai? Versi STORY TELLING

 

Kenapa Tuhan Justru Mengambil Apa yang Paling Kita Cintai?story telling



Namanya Raka. Usianya masih 25 tahun saat hidupnya berubah dalam sekejap. Ia kehilangan sosok yang sangat ia cintai — seseorang yang sudah ia anggap segalanya.

Hari-hari Raka mendadak gelap. Bangun tidur rasanya sia-sia, makan tak terasa nikmat, bekerja pun hanya sekadar rutinitas kosong. Setiap malam, ia menatap langit sambil bertanya dalam hati:

“Tuhan, kenapa Kau ambil dia? Padahal aku mencintainya setulus hati…”

Pertanyaan itu mengganggu pikirannya. Berkali-kali ia mencoba berdamai, berkali-kali juga ia jatuh lagi. Rasanya tidak adil. Kenapa justru yang paling berarti, paling dijaga, paling diharapkan, harus hilang?


Suatu sore, Raka duduk di sebuah masjid yang sepi. Udara senja menenangkan hatinya sedikit. Ia berdoa pelan, sambil menahan tangis. Seolah di antara doa itu, muncul bisikan lembut di hatinya:

“Kamu terlalu bergantung padanya, Raka…”

Ia terdiam. Benarkah selama ini ia menaruh seluruh bahagianya hanya pada satu orang?
Benarkah ia lupa, bahwa semua di dunia ini hanya sementara?


Hari demi hari, Raka mulai menyadari sesuatu.

Kehilangan ini ternyata sedang mengajarinya melepaskan.
Mengajarinya bahwa hidup tidak boleh hanya berpijak pada satu titik.
Mengajarinya untuk bersandar kembali hanya kepada Tuhan.

Ia teringat perkataan seorang ustadz:

“Kadang Tuhan mengambil sesuatu bukan karena membencimu, tapi karena ingin kamu kembali mengingat Dia.”

Raka mulai pelan-pelan mengerti.
Mungkin Tuhan tahu kalau ia terus bersama orang itu, hatinya akan semakin jauh dari-Nya.
Mungkin Tuhan tahu ia sedang lupa, bahwa tidak ada yang kekal kecuali Tuhan sendiri.


Setelah berbulan-bulan berjuang, luka di hati Raka perlahan mereda. Ia belajar berdiri di atas kakinya sendiri, menata mimpi baru, dan berserah pada takdir yang telah ditetapkan.

Hatinya belum sepenuhnya pulih, tentu saja. Kadang air matanya masih jatuh saat mengenang kenangan indah. Tapi kini ia paham, kehilangan itu bukan hukuman — justru hadiah agar ia naik kelas dalam hidup.

Karena tanpa kehilangan, ia tidak akan pernah belajar ikhlas.
Tanpa kehilangan, ia tidak akan pernah belajar dewasa.
Dan tanpa kehilangan, ia tidak akan pernah sedekat ini kepada Tuhannya.


Sekarang, setiap kali Raka melihat ke langit, ia masih berbisik,
“Aku merindukannya, Tuhan…”
tapi ia juga menambahkan,
“…dan aku merelakannya, kalau memang itu lebih baik menurut-Mu.”

Ada damai di hatinya yang dulu tak pernah ia rasakan.


Mungkin kamu juga sedang di posisi seperti Raka — kehilangan seseorang, pekerjaan, harapan, atau apapun yang kamu cintai. Rasanya pasti menyesakkan.

Tapi percayalah, jika Tuhan mengambil apa yang paling kamu cintai, mungkin itu adalah cara-Nya:

🌿 Agar kamu tidak bergantung pada selain-Nya
🌿 Agar kamu lebih kuat dan dewasa
🌿 Agar kamu mengerti bahwa semua hanya titipan
🌿 Agar kamu menemukan kebahagiaan sejati, yang tak pernah hilang meski dunia berubah

Pelan-pelan saja. Izinkan dirimu bersedih, tetapi jangan berhenti percaya, bahwa di balik setiap kehilangan, selalu ada maksud baik dari Tuhan — yang hanya akan kita pahami saat hati sudah siap menerimanya.

🌙 Semoga hatimu dikuatkan.

Comments

BANYAK DIBACA

menghadapi orang tua yang depresi

belajar dari paman BOB

Kenapa Tuhan Belum Mengabulkan Doa Kita? (Storytelling)