Sakinah, Mawaddah, wa Rahmah: Inti Cinta yang Berakar pada Langit
Sakinah, Mawaddah, wa Rahmah: Inti Cinta yang Berakar pada Langit
Doa yang Bukan Sekadar Kalimat Indah
Dalam setiap pernikahan Islami, hampir selalu terdengar doa yang familiar:
"Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah."
Tiga kata yang terdengar begitu puitis, bahkan romantis. Tapi sesungguhnya, ini bukan sekadar hiasan kata dalam akad. Ini adalah tiga fondasi spiritual yang jika dipahami secara utuh, mampu membentuk sebuah pernikahan yang kokoh—bukan hanya di dunia, tapi juga hingga akhirat.
Namun sayangnya, tak jarang ketiganya hanya menjadi dekorasi ucapan. Padahal, tiap katanya mengandung kedalaman makna yang menuntut proses jiwa, perjuangan harian, dan komitmen ruhani.
Mari kita hayati maknanya satu per satu.
1. Sakinah — Ketenangan yang Datang dari Tuhan
Allah berfirman dalam QS. Ar-Rum ayat 21:
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu mendapat sakinah dari-Nya..."
Sakinah bukan sekadar suasana damai.
Ia adalah ketenangan jiwa yang Allah tempatkan di antara dua insan.
Ia bukan datang karena pasanganmu sempurna, tapi karena hatimu menyerahkan cintanya kepada Allah terlebih dahulu.
Sakinah bukan berarti rumah bebas dari konflik, tapi konflik yang disikapi dengan kesadaran bahwa “aku tidak sedang berperang denganmu, aku sedang tumbuh bersamamu.”
Ketika pasangan saling menjaga hubungan mereka dengan Tuhan, mereka menciptakan ruang aman bagi satu sama lain. Di sanalah sakinah tumbuh—bukan dari kenyamanan fisik, tapi dari kedamaian spiritual.
2. Mawaddah — Cinta yang Bernyawa, Bukan Sekadar Rasa
Mawaddah bukan cinta yang meledak-ledak seperti di sinetron.
Bukan sekadar rasa suka atau tertarik.
Mawaddah adalah cinta yang aktif, cinta yang dikelola, ditumbuhkan, dan dirawat.
Ia adalah cinta yang berakar pada nilai, bukan hanya sensasi.
Cinta yang tetap memilih meski tak lagi semanis awal.
Mawaddah hadir ketika kamu tetap menyapa meski sedang diam.
Ketika kamu memeluk meski tak sedang sepakat.
Ketika kamu memilih untuk tetap tinggal, meski ada banyak alasan untuk pergi.
Cinta dalam mawaddah bukan tentang rasa yang selalu ada, tapi tentang niat yang tak pernah padam: aku ingin mencintaimu karena Allah.
Dan cinta yang demikian tidak tumbuh dari ego, tapi dari ibadah. Dari saling menundukkan hati di hadapan-Nya, lalu saling membangkitkan satu sama lain.
3. Rahmah — Kasih Sayang yang Membumi dari Langit
Rahmah adalah tingkatan cinta yang paling lembut, tapi paling kokoh.
Jika mawaddah adalah cinta yang bekerja, rahmah adalah cinta yang memaafkan.
Ia hadir bukan saat semuanya mudah, tapi saat semuanya sulit.
Rahmah adalah ketika kamu menahan diri untuk tidak melukai, meski bisa.
Saat kamu menolong pasanganmu menyembuhkan luka yang bahkan bukan kamu yang sebabkan.
Saat kamu lebih memilih menyembuhkan daripada menyalahkan.
Rahmah tak menuntut imbalan. Ia memberi karena tahu bahwa cinta adalah ladang amal, bukan pasar timbal balik.
Inilah cinta yang tak bergantung pada perasaan, tapi pada pengabdian. Cinta yang meletakkan ridha Allah sebagai alasan bertahan, bahkan saat semua logika terasa runtuh.
Pernikahan: Jalan Ibadah, Bukan Sekadar Ikatan
Banyak orang mencari pasangan untuk “bahagia”.
Tapi pernikahan dalam Islam bukan sekadar tentang bahagia—ia tentang ibadah, tentang berjuang bersama menempuh jalan pulang kepada Tuhan.
Sakinah adalah ketenangan yang Allah titipkan ketika niat pernikahanmu lurus.
Mawaddah adalah cinta yang kamu rawat sebagai bagian dari amanah.
Rahmah adalah energi ilahi yang menyembuhkan luka, dan menguatkan langkah kalian berdua.
Ketiganya bukan datang tiba-tiba. Ia adalah hasil dari kerendahan hati, kesabaran, dan ketaatan bersama.
Penutup: Doa yang Layak Diperjuangkan
“Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.”
Jangan hanya mengucapkannya. Usahakan.
-
Doakan pasanganmu saat ia tak tahu.
-
Peluk dia saat dia jatuh.
-
Berbicaralah dengan lembut, bahkan saat hatimu keras.
-
Jadilah sahabat ruhani yang menuntunnya lebih dekat kepada Allah.
Karena di dunia ini, pernikahan bisa jadi sarana paling indah untuk saling memperbaiki diri.
Dan di akhirat nanti, alangkah bahagianya bila kamu bisa berkata,
“Ya Allah, inilah pasanganku di dunia... dan aku ingin bersamanya juga di surga.”
Comments
Post a Comment