Antara Harta, Tahta, dan Wanita

 

Antara Harta, Tahta, dan Wanita

Tiga Ujian Abadi yang Menguji Arah Hati



Pendahuluan:Tiga Simpul Dunia, Tiga Cermin Jiwa

Allah menciptakan dunia bukan untuk dipuja, tapi untuk dijadikan jembatan menuju akhirat. Namun di antara sekian banyak hal duniawi, ada tiga simpul yang paling kuat menjerat hati manusia, khususnya lelaki: harta, tahta, dan wanita.

Tiga hal ini tidak haram, tidak pula tercela pada dasarnya. Namun ia menjadi bencana saat dikejar tanpa kendali, dicintai lebih dari Tuhan, dan diutamakan lebih dari kebenaran.

Para nabi pun diuji dengannya. Bahkan iblis menggoda manusia pertama di surga—Adam—melalui bisikan yang berakar dari tiga ini:

  • Kekuasaan kekal (tahta)

  • Kekayaan abadi (harta)

  • Dan kedekatan dengan pasangannya (wanita)

Tiga ini bukan sekadar ujian lahir, melainkan cermin dari isi hati.


1. Harta: Apakah Aku Menguasainya, atau Ia Menguasai Hatiku?

Harta adalah salah satu fitrah manusia. Allah tidak mencela keinginan akan kekayaan. Tapi yang jadi soal: di mana posisi harta dalam hati?

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah ujian, dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.”
(QS. At-Taghabun: 15)

Orang yang menjadikan harta sebagai tujuan hidup, akan mudah menghalalkan segala cara.
Ia mungkin kaya di dompet, tapi miskin di hati.
Sebaliknya, orang yang menjadikan harta sebagai alat untuk beribadah, akan ringan tangannya, lapang jiwanya, dan kuat sandarannya pada Allah.

Ujian harta bukan hanya ketika miskin. Ujian sejati adalah saat diberi kelimpahan: apakah ia menjadi dermawan, atau tamak; apakah ia bersyukur, atau lupa daratan.


2. Tahta: Kekuasaan Bukan untuk Dibanggakan, Tapi Dipertanggungjawabkan

Tahta adalah godaan paling halus—karena ia bisa dibungkus dengan alasan “demi umat”, “demi rakyat”, atau “demi kebaikan bersama.” Tapi kekuasaan sejatinya adalah beban berat di sisi Allah.

Rasulullah ﷺ bersabda,
“Sesungguhnya kalian akan sangat tamak terhadap kepemimpinan, padahal ia akan menjadi penyesalan pada Hari Kiamat.”
(HR. Bukhari)

Tahta bisa memperlihatkan siapa dirimu sebenarnya:

  • Apakah kau menjadi pemimpin yang melayani, atau yang menindas?

  • Apakah kau tetap merunduk saat berada di puncak, atau kau lupa bahwa semua yang tinggi akan diturunkan?

Lihatlah Firaun, yang merasa paling berkuasa, namun binasa. Bandingkan dengan Nabi Sulaiman, yang memiliki kekuasaan luar biasa, namun berkata:

“Ini semua adalah karunia dari Rabb-ku, untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau kufur.”
(QS. An-Naml: 40)


3. Wanita: Cermin Akhlak dan Ukuran Tertinggi dari Nafsu

Godaan wanita bukan hanya tentang syahwat, tapi tentang bagaimana lelaki memandang perempuan:

  • Apakah dengan hormat atau sebagai objek?

  • Apakah dengan adab atau dengan hasrat liar?

  • Apakah ia mencintai karena agama dan akhlaknya, atau hanya karena fisik dan penampilannya?

Wanita bukan ujian karena ia perempuan. Tapi karena hati lelaki sering kehilangan kendali saat memandangnya. Dan di sinilah letak pengujian keimanan itu.

“Tidak aku tinggalkan fitnah yang lebih besar bagi laki-laki setelahku daripada fitnah wanita.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Namun wanita juga bisa menjadi penentram jiwa, pendamping dalam ibadah, dan penjaga kehormatan keluarga—jika hubungan itu dibangun di atas iman dan tanggung jawab.

Lelaki sejati bukan yang menaklukkan banyak wanita.
Lelaki sejati adalah yang menundukkan pandangannya, menjaga kehormatannya, dan membimbing satu wanita menuju surga.


Penutup: Tiga Godaan, Satu Arah

Harta, tahta, dan wanita bukan musuh. Ia adalah amanah, ujian, dan peluang pahala. Yang jadi bencana adalah saat:

  • Harta membuatmu lupa Allah

  • Tahta membuatmu merasa Tuhan

  • Wanita membuatmu tunduk pada nafsu

Karena semua yang kita cintai di dunia, jika tidak dilandasi iman, bisa menjadi sebab kesesatan. Tapi jika kita letakkan di tangan, bukan di hati, dan kita kelola dengan taqwa, maka ia menjadi kendaraan menuju ridha Allah.

Dunia bukan untuk ditinggalkan, tapi untuk ditundukkan.
Nafsu bukan untuk dimatikan, tapi untuk dididik.
Dan cinta bukan untuk dikejar membabi buta, tapi untuk diarahkan menuju surga.


Refleksi Akhir:

🔹 Apakah hartaku mendekatkanku kepada yang Maha Kaya?
🔹 Apakah kekuasaanku menjadikanku hamba yang makin rendah hati?
🔹 Apakah cintaku kepada wanita mengajakku makin mencintai Allah?

Jika jawabannya belum, maka hati perlu diluruskan.
Karena jalan menuju Tuhan bukan hanya dilapisi sajadah,
Tapi juga dijaga melalui keputusan-keputusan batin di antara harta, tahta, dan wanita.

Comments

BANYAK DIBACA

belajar dari paman BOB

Kenapa Tuhan Belum Mengabulkan Doa Kita? (Storytelling)

Sebelum Memutuskan Menikah Muda